Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tawuran adalah perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan beramai-ramai. Beramai-ramai dapat diartikan perkelahian itu dilakukan antara dua kelompok atau lebih, masing-masing kelompok berbeda pandangan sehingga terjadilah tawuran.
Tawuran merupakan suatu kegiatan perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Tawuran adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri diartikan sebagai suatu carauntuk melawan dengan sangatkuat, menyerang, membunuh atau menghukum oranglain, dengan kata lain agresi secara singkat didefinisikan sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain
asih dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa “tawuran” dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan “pelajar” adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga pengertian tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar
Pelajar biasanya melakukan aksi tawuran selepas jam bubaran sekolah. Bahkan ketika adanya doktrin yang dilakukan oleh senior kepada juniornya membuat tawuran sudah layaknya mata pelajaran. Dalam pembekalan tersebut, para senior mengajarkan juniornya bagaimana caranya berkelahi dan cara mengenali siapa musuhnya. Perbekalan senjatanya pun tidak hanya mengandalkan tangan kosong, tetapi sudah menggunakan alat-alat yang mematikan, seperti parang, pedang samurai, gear dan rantai motor, atau semacam besi yang dirancang sedemikian rupa.
Secara fisik dan psikologis, remaja sebetulnya berada dalam masa transisi. Di tengah-tengah posisi yang tidak menentu dan dalam keadaan emosi yang tidak stabil akibat perubahan fisik dan kelenjar dalam tubuh, sebuah identitas diri remaja juga sangatlah penting untuk mendapatkan pengakuan akan keberadaan (eksistensi). Erik H Erikson, seorang ahli dalam psikolog perkembangan berpendapat bahwa dalam rangka pencarian identitas diri remaja sering terobsesi oleh simbol-simbol status yang populer di masyarakat luas seperti bergabung dalam kelompok tertentu. Hal ini dilakukan remaja karena ingin menunjukkan pada orang lain, khususnya orang dewasa bahwa remaja memiliki status yang lebih tinggi, lebih dianggap, bahkan lebih populer dari orang lain atau kelompok sebayanya. Di sinilah ruang dimana remaja dapat diterima sekaligus diakui oleh komunitas masyarakat di sekitarnya. Namun, ruang baru yang mereka huni tersebut terkadang menuntut hadirnya kultur solidaritas, bahkan dapat menyimpang menjadi sebuah sikap fanatisme dan vandalisme.
Kesimpulan dari apa yang dipaparkan di atas adalah, tindakan tawuran memang meresahkan masyarakat lainnya, tetapi di satu pihak mereka menganggap tawuran tersebut adalah sesuatu yang tidak mereka anggap buruk, karena suatu alasan yang lain. Sampai sekarang masalah tawuran di Kota Jakarta dan kota-kota besar lainnya masih sering terjadi, karena aparat serta pihak-pihak yang lain masih melihat suatu permasalahannya dari sudut luarnya saja dan masih menganggap pelaku tawuran tersebut adalah seorang kriminil. Kurangnya transparansi dari pihak-pihak keluarga ataupun lingkungan, seharusnya masalah ini tidak diselesaikan dengan cara yang keras,harus ada pendekatan-pendekatan yang lebih dalam kepada para pelaku jangan menjahui para pelaku.