Seniman Berjiwa Pengusaha
Seorang seniman atau boleh dikatakan penggiat seni bernama Wahidin atau sering dipanggil Mas Wahid dari Kabupaten Kebumen tepatnya dari desa Adiluhur, Kecamatan Adimulyo, ia mulai menekuni bidang seni sekitar tahun 2000an dengan unsur ketidaksengajaan, memang sebenarnya bukan pilihan hidupnya untuk menekuni bidang seni bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya jika menjadi seniman akan menjadi tumpuan hidupnya sampai sekarang. Terlahir sebagai anak pertama dari dua bersodara dengan orang tua yang berlatar belakang petani (bapak) dan guru (ibu), Mas Wahid akrab dengan seluk beluk dunia pertanian yang ditekuni bapaknya. Namun usaha tani yang sudah digeluti oleh sang bapak tidak menjadikan Mas Wahid tertarik mengikuti jejak orang tuanya. Jiwa seni yang melekat dalam dirinya seakan bertentangan dengan tahapan rutinitas pengelolaan lahan pertanian yang harus dijalaninya.
Berawal dari Salesman
Seperti umumnya pemuda dari kampung yang sebagian besar beranggapan bahwa pekerjaan yang layak hanya dapat dijumpai di kota besar maka Mas Wahid memutuskan untuk pergi merantau di Jakarta. Setelah menamatkan sekolah tingkat atas, berangkatlah ia ke Jakarta hanya bermodalkan referensi pekerjaan yang diberikan dari seorang teman. Tahun pertama bekerja di Jakarta menjadi karyawan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang suplier alat tulis yang berada di Jakarta Barat. Selanjutnya berpindah pindah bidang pekerjaan dari mulai alat tulis, suplier ikan, sparepart motor, sparepart alat berat, industri pelumas (oli), staf pergudangan dan suplier bahan bangunan.
Dalam menjalani berbagai bidang pekerjaan, sebagian besar tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan adalah sebagai seorang salesman atau penjual. Dunia Sales menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi Mas Wahid saat itu, karena menurutnya seorang sales tidak hanya dibekali kemampuan menguasai produk yang dijual, melainkan harus menguasai juga analisa pasar, persaingan usaha dan yang paling disukai adalah ilmu marketing yang ada di dalamnya. “Saya paling suka jika perusahaan mengadakan training marketing mengenai karakter pelanggan,” katanya. Seperti diketahui dalam seni menjual yang baik, seorang penjual diharapkan mengerti akan karakter dari calon pembelinya. Hal inilah yang membuat Mas Wahid sangat tertarik di dunia sales karena mendapatkan pergaulan yang luas dan mengenal banyak karakter orang.
Dengan bekal rasa suka pada bidang yang ditekuninya, Mas Wahid pun mencapai posisi pada level supervisor penjualan pada tempat ia bekerja. Namun rasa suka dan loyalitas harus terhenti saat perusahaan tempat ia bekerja mendapatkan masalah yang menyebabkan owner perusahaan menutup usahanya. “Waktu itu saya bingung juga karena sudah menikah dan istri baru mengandung anak pertama,” katanya. Ia pun memutuskan untuk buka usaha suplier sparepart motor di Jakarta yang ia jalani sendiri dengan sistem kanvasing. Menjalani usaha dengan susah payah dengan persaingan usaha di bidangnya. “Saya sempat berpikir, apakah jenis pekerjaan ini sesuai dengan karakter saya,”katanya. Sampai disini ia mulai sadar bahwa pekerjaan akan jauh lebih baik jika sesuai dengan karakter pelakunya atau yang menjalaninya. Rupanya darah seni yang ada masih bisa disalurkan mengisi waktu luang dengan bergabung pada sebuah sanggar seni yang berada di daerah Ciputat. Pada awalnya Mas Wahid yang selalu ingin belajar, mampu memainkan alat musik Drum dengan baik dan sesekali diberikan kesempatan untuk tampil pada acara-acara yang diadakan oleh sanggar seninya.
Menekuni Dunia Seni Musik
Setahun ia menjalani usaha di Jakarta dan mulai merasakan betapa bertanya beban hidup yang harus ditanggungnya lalu memutuskan untuk pulang ke kampung halaman dengan harapan dapat mengembangkan usaha sparepart di kampungnya.”Awalnya berjalan dengan baik tapi lama-lama banyak pelanggan yang menunggak pembayaran bahkan ada yang lari dari tanggung jawabnya,” katanya. Usaha dengan modal yang pas-pasan terasa sangat berat jika cash flow tidak jalan dengan baik. Saat itu ia pun memutar otak dan mulai menggali kreatifitasnya. “Pemikiran saat itu hanya bagaimana saya bisa menghidupi keluarga dan membesarkan anak saya,apapun akan saya lakukan,” katanya.
Di tengah kebimbangan akan masa depannya, ia bertemu dengan seorang teman yang mengajaknya main di sanggar musik kampungnya. Selanjutnya, jiwa seni yang ada dalam dirinya memudahkan ia untuk menguasai salah alat musik perkusi yaitu kendang. Berawal dari penguasaan alat musik kendang maka ia memberanikan diri menerima ajakan pentas dari seorang teman. Setelah melalui proses menjalani berbagai pentas musik akhirnya ia merasakan dan menemukan dunia baru yang dirasakan cocok dengan karakternya, yaitu sebagai pekerja seni. Pada tahun 2010 mulailah ia menekuni dunia musik sebagai tukang kendang profesional dengan penguasaan untuk mengiringi lagu-lagu karawitan, dangdut, campursari, seni tayub dan lain-lain. Dunia kerja barupun dirasakan sangat menyenangkan dan dijalaninya dengan ketulusan, dengan menerima job pentas ke pentas di acara-acara hajatan di daerahnya. Sampai akhirnya dikenal luas di wilayah kabupaten Kebumen dan bahkan menerima undangan pentas di Jakarta melalui network yang tercipta dari pergaulannya.
Masalah Baru Muncul
Pada awal tahun 2020an munculah musibah yang beskala Nasional bahkan Internasional, yaitu munculnya penyakit COVID. Pandemi COVID-19 di Indonesia secara resmi dimulai pada tanggal 2 Maret 2020. Pada tanggal tersebut, Pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia, yaitu dua orang yang terinfeksi virus Corona (SARS-CoV-2) di Depok, Jawa Barat. Sejak itu, jumlah kasus COVID-19 di Indonesia terus bertambah dan pandemi ini memiliki dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk kesehatan, perekonomian, dan sosial. Hal ini sangat berdampak pada pekerja seni dengan adanya aturan social distancing dan peraturan pembatasan acara yang melarang orang untuk berkumpul dan berkerumun untuk menghidari penularan virus Covid19. Secara keseluruhan pekerja seni berhenti berkarya dan kehilangan mata pencahariannya. Apa yang terjadi pada pekerja seni saat itu sangat pandemi sungguh menjadikan pekerja seni kehilangan segalanya, pekerjaan, gairah hidup, passion, dan berujung pada dampak ekonomi keluarga. Job pentas tidak ada, sulitnya menyalurkan aktifitas seni, banyak acara yang ditunda dan entah kapan akan berakhir.
“Awalnya saya putus asa, sampai akhirnya teringat motivasi-motivasi saat saya bekerja jadi salesman, yaitu kreatif dan pantang menyerah,” kata Mas Wahid.
Saat pekerjaan seninya berhenti total, Mas Wahid beralih mencoba untuk beternak ayam dan budidaya lele. Jiwa entrepreneur pada dirinya seolah muncul dalam kondisi tidak berdaya pada bidang yang awalnya ditekuni. Selain berbudidaya ikan dan ayam, lewat dampingan seorang kerabat ia mampu memproduksi Spring Bed yang dihasilkan lewat tangannya sendiri. Jiwa kreatifitas dan mampu melihat peluang merupakan jalan sukses untuk keluar dari masalah pada saat itu. Pekerjaan barunya ini ditekuni saat pandemi berlangsung yang mampu menopang perekonomian keluarga.
Semangat Baru Meraih Kesuksesan
Setelah 2 tahun berjalan, pandemi mulai bisa tertangani dan kasus penularan menurun, kegiatan berkesenianpun mulai berjalan kembali. “Saya sangat beruntung mempunyai pengalaman menjadi salesman dan mengerti sedikit ilmu marketing,” imbuhnya. Kembalinya kondisi normal pasca pandemi, membuat Mas Wahid menata ulang kehidupannya terutama bidang seni yang merupakan passion-nya. Ia sadar bahwa apa yang sudah dilaluinya merupakan jalan hidup yang harus sijalaninya dengan keikhlasan. Mulailah ia menata manajemen berkeseniannya.
Banyak kelemahan seniman yang disadarinya secara internal, diantaranya : mengelola mood (perasaan), ketidakdisiplinan, tidak bisa diatur, semaunya sendiri, manajemen keuangan yang tidak tertata, sistem manajemen acara yang tidak tertata, lemahnya penyatuan visi komunitas berkesenian, kurangnya promosi. Berbekal pengalaman dalam menghadapi berbagai masalah hidup dan pekerjaannya, Mas Wahid membentuk wadah berkreasi bernama : Reztya Nada, ia sebagai pemimpinnya dan kreatornya. Reztya Nada menerima job untuk mengisi acara seni Campursari, Karawitan, Organ Tunggal dan pertunjukan seni lainnya. Berkat tangan dinginnya dalam mengelola usaha seninya, Reztya Nada menjadi wadah berkesenian yang mulai banyak dikenal di wilayah Kebumen dan sekitarnya. “Bagi saya, seni adalah segalanya tapi pekerja seni harus menguasai manajemen seni itu sendiri,”. Sudah bukan jamannya lagi seniman dikenal sebagai sosok yang semaunya sendiri. “Seniman sekarang kalau tidak mempunyai jiwa entrepreneur ya akan kalah bersaing dan mati,” imbuhnya.
Selain melestarikan budaya dan mampu menyerap tenaga seni untuk berkarya, Alhamdulillah dari hasil berkesenian Mas Wahid mampu menyekolahkan anak-anaknya dengan baik bahkan anak sulungnya sudah menamatkan sekolahnya dan mendapatkan gelar Sarjana Kesenian dari ISSI Solo.
“Sukses bagi saya itu bukan materi yang berkecukupan, sukses adalah mampu menciptakan kesuksesan buat anak dan bermanfaat untuk banyak orang”.
Kisah inspiratif dari Mas Wahid merupakan realitas yang terjadi pada pekerja seni dan dengan ketekunan, pantang menyerah, ketulusan, kreatifitas, keselarasan karakter personality dengan pekerjaan adalah kunci sukses yang sesungguhnya. Semoga kisah ini menginspirasi para pekerja seni lainnya.
Semangat dan pantang menyerah. Salam Berkesenian Mas…